40 Kasus Kekerasan Seksual kepada Anak Terjadi di Kabupaten Luwu Sepanjang Tahun 2024
LUWU | JELASKATA.co.id – Sebanyak 40 kasus kekerasan seksual kepada anak terjadi di Kabupaten Luwu sepanjang tahun 2024.
Hal ini diungkapkan Kasat Reskrim Polres Luwu, AKP Jody Dharma saat konfrensi pers di Aula Tebbakke Tongngenge, Mapolres Luwu, Selasa (31/12/2024).
“Kasus rudapaksa yang melibatkan anak sebagai korban sebanyak 23 kasus. Kasus cabul atau melanggar kesusilaan sebanyak 13 kasus, dan bawa lari anak sebanyak 4 kasus,” terangnya.
Kata Jody, saat melakukan perbuatan bejatnya itu, beberapa pelaku didapati sedang dalam pengaruh alkohol.
“Bisa jadi ada pengaruh alkohol. Ada juga pelaku yang melakukan tanpa pengaruh alkohol,” ujarnya.
Pihaknya akan melakukan koordinasi dengan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan Dan Anak (P2TP2A) untuk menyelidiki kasus serupa yang belum sempat dilaporkan ke kepolisian.
“Nanti kami akan sesuaikan laporan P2TP2A akan kami sesuaikan. Dan kita ankan berangkat dari sana untuk melakukan penindakan. Pun misalnya kalau keluarga pelapor malu, ini bisa digunakan fungsi intelegen dan menjadi atensi publik, kita bisa melakukan penyelidikan,” tegasnya.
Sementara itu, Kapolres Luwu, AKBP Arisandi pun terdiam sejenak saat merincikan sejumlah kasus kekerasan seksual yang terjadi selama setahun terakhir.
“Melihat kasus kekerasan seksual pada anak di Kabupaten Luwu cukup bayak kejadian. Bahkan mungkin lebih banyak lagi berada di tengah-tengah kita karena bisa saja tidak dilaporkan karena itu sesuatu yang menjadi aib. Yang memprihatinkan,” bebernya.
Arisandi pun ikut prihatin, lantaran pelaku kekerasan seksual seringkali merupakan keluarga terdekat korban.
“Korban mendapat kekerasan seksual justru dari kalangan terdekat, seperti anggota kelurga inti, teman atau tetangga dan guru. Di mana mereka yang harusnya menjadi pelindung malah menjadi pelaku dan hal ini menyebabkan trauma mendalam bagi korban. Naudzubillah,” akunya.
Kasus kekerasan seksual bisa terjadi karena adanya relasi kuasa yang timpang antara pelaku dan korban.
“Sengaja saya tonjolkan, karena kasus ini masih banyak terjadi di sekitar kita. Terjadi kekerasan seksual biasa terjadi karena terjadinya relasi yang timpang. Relasi kuasa antara pelaku dan korban,” katanya.
Arisandi menyebut, peran penting serta orang tua, keluarga, serta tokoh agama dalam mencegah kasus kekerasan seksual.
“Oleh karena itu peran kita sebagai orang tua, tetangga dan masyarakat untuk saling mengingatkan. Sehingga tindakan seperti ini tidak terulang,” tandasnya. (***)
Tinggalkan Balasan