Diduga Mutasi Kepsek dan Pengawas Sekolah di Luwu Utara Tidak Prosedural, BKN: Tidak Sah
Luwu Utara – Proses mutasi sejumlah kepala sekolah dan pengawas sekolah di Kabupaten Luwu Utara mendapat sorotan tajam dari berbagai pihak.
Mutasi tersebut dinilai tidak sesuai prosedur karena tidak memanfaatkan sistem digital sebagaimana diamanatkan oleh regulasi terbaru terkait manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN).
Merujuk pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN, khususnya Pasal 63 ayat (2), digitalisasi manajemen ASN diwajibkan untuk menyediakan layanan digital yang mendukung proses manajemen ASN secara nasional dan terintegrasi.
Namun dalam praktiknya, Pemerintah Kabupaten Luwu Utara diduga masih melakukan mutasi secara manual.
Surat Keputusan (SK) mutasi ditandatangani langsung oleh Bupati Luwu Utara, Andi Abdullah Rahim, pada 25 Agustus 2025.
SK tersebut mengatur pemindahan sejumlah kepala sekolah dan pengawas diduga tanpa melalui sistem digital I-Mut dan SIM-KSPS, sebagaimana diatur dalam:
• Surat Edaran Kepala BKN Nomor 7 Tahun 2024 tentang pemanfaatan Integrated Mutasi (I-Mut),
• Surat Edaran Bersama Mendikdasmen dan Kepala BKN Nomor 9 dan 5 Tahun 2025 tentang kewajiban penggunaan SIM-KSPS dan I-Mut dalam mutasi kepala sekolah dan pengawas sekolah.
Dampak Administratif Serius saat tidak digunakannya sistem digital ini menyebabkan sejumlah dampak administratif yang serius:
• Data mutasi tidak tercatat dalam database nasional kepegawaian,
• Penempatan baru para pejabat sekolah tidak diakui dalam sistem nasional,
• Berpotensi menghambat proses kenaikan pangkat ASN yang dimutasi.
Badan Kepegawaian Negara (BKN) dengan tegas menyatakan bahwa mutasi ASN yang tidak melalui sistem I-Mut dianggap tidak sah secara administratif, dan konsekuensinya akan berdampak langsung pada status hukum dan karier ASN yang bersangkutan.
Selain itu, ditemukan pula kekeliruan mendasar dalam konsideran hukum SK mutasi.
Dokumen tersebut masih merujuk pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, yang telah dicabut dan digantikan oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023.
Hal ini memperkuat indikasi bahwa proses mutasi dilakukan tanpa memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kebijakan ini pun menuai kritik dari masyarakat, terutama para guru. Salah satu akun Facebook milik warga bernama Andi Ewa menuliskan di story-nya:
“Bagaimana pergi mengajar kalau sampai di Salupaku dan Tandung. Apa tidak terlambat? Puaskan hasrat boleh, tapi tidak boleh merugikan dunia pendidikan Lutra. Silakan mutasi guru asal jangan terlalu jauh sekolahnya.”
Hingga berita ini diterbitkan, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Luwu Utara, Misbah, belum memberikan pernyataan resmi meskipun telah dikonfirmasi oleh awak media.
Tinggalkan Balasan