Jelaskata.co.id

Informasi dan Edukasi

Ahli Hukum Sayangkan Keputusan KPU Atas Rekomendasi Bawaslu: Trisal Tahir Harusnya di TMS kan

PALOPO | JELASKATA.co.id – Beberapa ahli hukum menyayangkan keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang tidak menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu untuk mendiskualifikasi Trisal Tahir sebagai calon wali kota Palopo.

Diantara ahli hukum yang angkat suara terkait persoalan ini ialah advokat senior Sudirman Jabir SH MH. dan Guru Besar Universitas Hasanuddin, Prof Amir Ilyas.

Bagi Prof Amir Ilyas, keputusan KPU tersebut keliru lantaran tidak sesuai dengan kondisi faktualnya.

“Dasar hukum KPU Palopo dengan menggunakan pasal a quo, sesungguhnya tidak sejalan dengan kondisi faktualnya,” jelasnya.

“Sebab KPU Palopo sudah tahu kalau ijazah dari Trisal Tahir tidak benar sebelum penetapan paslon. Bahkan sebelum penetapan paslon, Trisal Tahir pernah di TMS-kan oleh KPU Palopo,” sambungnya.

Prof Amir, Trisal Tahir seharusnya dibatalkan kepesertaannya tanpa perlu menunggu putusan pengadilan atau pembuktian pidana.

“Sebab keadaan tidak benar ijazah tersebut, telah diketahui oleh KPU Palopo sebelum penetapan,” tegasnya.

Ia juga berpandangan bahwa Bawaslu Palopo yang merekomendasikan pembatalan justru telah tepat, dimana Trisal Tahir yang diketahui tidak benar ijazahnya sebelum penetapan paslon.

“Wajib di TMS-kan atau dibatalkan dengan berdasarkan Pasal 119 ayat 2 PKPU pencalonan yang berbunyi jika hasil penelitian perbaikan persyaratan administrasi calon menyatakan persyaratan administrasi calon tidak benar maka pasangan calon dimaksud dinyatakan tidak memenuhi syarat,” jelasnya.

Menurut Prof Amir, keputusan KPU Palopo yang tidak membatalkan Trisal Tahir, justru membuat KPU Palopo dibebani dengan pekerjaan baru.

“Dia (KPU Palopo) yang harus menjadi pelapor ke kepolisian atas dugaan ijazah palsu yang digunakan oleh Trisal dalam pencalonannya kemarin,” pungkasnya.

Sementara, sebelumnya, Sudirman menyoroti kinerja KPU Kota Palopo yang seharusnya menindaklanjuti rekomendasi dari Bawaslu Palopo.

“Rekomendasi Bawaslu Kota Palopo harusnya dilaksanakan oleh KPU Kota Palopo dan oleh karena itu KPU harus mengacu pada PKPU No. 15 tahun 2024 pasal 4 ayat (1) dan ayat (2) tentang Tata Cara Penyelesaian Pelanggaran Administrasi Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota, bukannya mengacu pada PKPU No.8 Tahun 2024 Pasal 133 Ayat Tentang Pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota karena saat ini tahapan Pencalonan sudah lewat,” kata Sudirman.

Advokat yang akrab disapa Bang Dirman ini menyarankan agar Bawaslu Kota Palopo melaporkan KPU Kota Palopo ke Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilu Umum Republik Indonesia (DKPP RI).

“Untuk menguji apakah keputusan KPU Kota Palopo yang mengabaikan rekomendasi Bawaslu Kota Palopo sudah sesuai dengan regulasi atau menyimpang dari regulasi yang ada saat ini, sehingga untuk menguji hal tersebut sebaiknya Bawaslu Kota Palopo melaporkan KPU Palopo ke DKPP RI,” ujarnya.

Apalagi kata dia, dalam internal KPU Kota Palopo sendiri terjadi perbedaan pendapat antara komisioner KPU Kota Palopo.

“Ada komisioner yang mendukung Rekomendasi Bawaslu tersebut itu dilaksanakan dan ada juga Komisioner KPU Kota Palopo mengabaikan rekomendasi dari Bawaslu kota ke Palopo,” tutupnya

Jika melihat lebih jauh kebelakang, dalam internal KPU sendiri juga memiliki perbedaan pendapat.

Dimana perbedaan pendapat terkait keputusan yang diambil KPU Palopo dalam menindaklanjuti rekomendasi disebut sebagai dissenting opinion.

Adapun yang menyampaikan dissenting opinion ini ialah Hary Zulficar, SH, MH, Komisioner sekaligus Koordinator Divisi Hukum dan Pengawasan KPU Palopo.

Menurut Hary, meskipun keputusan di KPU bersifat kolektif-kolegial, dinamika dalam pengambilan keputusan sering kali tidak terhindarkan, terutama pada kasus tertentu.

Ia menekankan bahwa dissenting opinion yang ia buat dilandasi telaah hukum sebagai Koordinator Divisi Hukum dan Pengawasan, sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Ia menjelaskan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017, Bawaslu memiliki kewenangan memeriksa dugaan pelanggaran administrasi pemilihan.

“KPU wajib menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu tanpa melakukan pemeriksaan substansi dugaan pelanggaran administrasi lagi,” tegasnya. ***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini