Jelaskata.co.id

Informasi dan Edukasi

Ketegangan Terjadi Antara PT Tiara Tirta Energi dan Warga di Bastem Luwu

LUWU | JELASKATA – Ketegangan terjadi antara perusahaan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro (PLTM) PT Tiara Tirta Energi bersama warga Desa Lange dan Desa Bolu, Kecamatan Bastem, Kabupaten Luwu.

Ketegangan dipicu oleh aktivitas penambangan galian C dilakukan perusahaan, di luar dari pembangunan PLTM.

Awalnya, konflik memuncak saat warga menyampaikan surat rekomendasi DPRD Luwu meminta perusahaan menghentikan aktivitasnya.

Dimana DPRD Luwu telah menerbitkan surat rekomendasi pada Senin (14/4/2025) yang ditujukan kepada Bupati Luwu dan instansi terkait.

Dimana Ketua DPRD Luwu, Ahmad Gazali menyampaikan bahwa pihaknya meminta agar semua pihak menahan diri.

“Kami minta agar semua pihak menahan diri. Rencana kunjungan ke lokasi bersama Forkopimda masih dalam pembahasan,” jelasnya, Senin (14/4/2025).

Sementara itu, anggota DPRD Luwu dari Fraksi PPP, Akbar Sunali, menjelaskan bahwa rekomendasi tersebut bertujuan menghentikan sementara aktivitas perusahaan.

“Rekomendasi ini dikeluarkan untuk mencegah konflik horizontal. Banyak warga merasa lahannya diserobot dan diperjualbelikan ke perusahaan,” katanya.

Akbar menegaskan, DPRD mendukung kehadiran investor, namun harus sesuai aturan dan tidak merugikan masyarakat.

“Kehadiran investasi penting, tapi harus memperhatikan aturan hukum dan kaidah lingkungan. Jangan sampai masyarakat yang dikorbankan,” tegasnya.

Ditempat yang sama, mantan Kepala Desa Lange, Yotan Matande (44), menjelaskan awal mula ketegangan terjadi.

“Pada Kamis (17/4/2025) sekitar pukul 08.00 Wita, kami mendatangi lokasi bersama paman untuk menyampaikan surat dari DPRD. Saat kami baru hendak membacakan isi surat, seorang tenaga kerja asing tiba-tiba menyalip kami dengan sepeda motor,” ujar Yotan, Minggu (20/4/2025).

Setelah surat disampaikan, warga masuk ke lokasi tambang.

Di situlah, kata Yotan, sempat terjadi aksi kekerasan.

“Kami diburu saat masuk ke dalam area. Terjadi pemukulan, tapi kami tidak membalas. Ketegangan tak terhindarkan,” jelasnya.

Yotan juga menyoroti dampak lingkungan akibat aktivitas penambangan tersebut.

Menurutnya, meski baru sehari dikeruk, kondisi sungai yang belum terkena air langsung rusak.

“Dampaknya meluas hingga ke Noling, Bupon, Padang Sappa, Paccerakkang, hingga Cilallang dan Wara di Kecamatan Kamanre,” akunya.

Ia mengungkapkan penambangan sudah berlangsung enam bulan.

Padahal sebelumnya, perusahaan hanya membangun fasilitas PLTM.

“Aktivitas ini melenceng dari peruntukan awal. Tambang di sungai ini berisiko besar,” terangnya.

Perselisihan juga dipicu persoalan lahan yang belum tuntas penyelesaiannya.

“Kami sudah sampaikan ke DPRD Luwu bahwa sertifikat tanah (SKT/SPPT) yang diterbitkan Pemerintah Desa Bolu bermasalah dan tak bisa dijadikan dasar pembayaran ganti rugi,” ujarnya.

Hingga kini belum ada pertemuan resmi antara warga, perusahaan, dan pemerintah.

Warga pun mengancam akan terus melakukan aksi hingga tuntutan mereka dipenuhi. (***)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini